RESUME KONSEP DASAR POLITIK HUKUM
KONSEP DASAR POLITIK HUKUM
1.
Pengertian dan
Ruang Lingkup
Politik Hukum
A. Perspektif
Etimologis
Secara
etimologis, istilah politik hokum merupakan terjemahan bahsa Indonesia dari
istilah hokum Belanda rechtpolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata
recht dan politiek.
Adapun
dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis oleh Van Der Tas, kata politiek
mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti
kebijakan atau polici, dari penjelasan itu bisa dikatakan bahwa politik hokum
secara singkat berarti kebijakan hokum. Adapun kebijakan sendiri dalam kamus
besar Bahasa Indonesia berarti rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan
cara brtindak. Dengan kata lain, politik hukum adalah rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu rencana,
kepemimpinan dan cara brtindak dalam bidang hokum.
Sementara
itu, Carl J. Friedrick menguraikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang
diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
dengan menunjukan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap
pelaksana usulah kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dan
James E. Anderson mengatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku
atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Dari
pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka kita
dapat mengemukakan beberapa hal sebagai berikut :
1.
Terdapat
perbedaan pendapat dikalangan para ahli tentang pengertian kebijakan. Jelasnya,
konsep kebijakan itu sulit untuk dirumuskan dan diberikan makna yang tunggal,
atau dengan perkataan lain sulit bagi kita untuk memperlakukan kosep kebijakan
tersebut sebagai sebuah gejala yang khas dan konkrit, terutama bila kebijakan
itu kita lihat sebagai suatu proses yang selalu berkembang dan berkelanjutan
mulai dari proses pembuatan sampai implementasinya.
2.
Terdapat
perbedaan “penekanan” tentang kebijaksanaan diantara para ahli. Sebagian dari
mereka melihat kebijakan sebagai suatu perbuatan, sedangkan yang lain meliaht
sebagai suatu sikap yang direncanakan atau bahkan suatu rencana dan juga suatu
tindakan.
3.
Para
ahli juga berbeda pendapat berkaitan dengan tujuan dan sarana. Ada yang
berpendapat bahwa kebijakan meliputi tujuan dan sarana bahkan ada yang tidak
lagi menyebut baik tujuan maupun sarana.
B. Perspektif
Terminologis
Penjelasan
Etimologis diatas tentu tidak memuaskan karena masih begitu sederhana, sehingga
dalam banyak hal dapat membingungkan dan merancukan pemahaman kita tentang apa
itu politik hokum. Guna melengkapi uraian diatas maka disajikan
definisi-definisi politik hokum yang dirumuskan oleh beberapa ahli hokum yang
selama ini cukup concern mengamati perkembangan disiplin ilmu ini yaitu :
a. Padmo Wahjono
Menurut Padmo Wahjono politik hokum
adalah kebiajakan penyelenggara Negara yang bersifat mendasar dalam menentukan
arah, bentuk maupun isi dari hokum yang akan dibentuk dan tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dengan demikian politik hokum
menurut Padmo Wahjono berkaitan dengan hokum yang berlaku di masa mendatang
atau Ius Constituendum.
b. Teuku Mohammad Radhie
Teuku Mohammad Radhie menyatakan
politik hokum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa Negara mengenai hokum
yang berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hokum yang dibangun.
Pernyataan “mengenai hokum yang
berlaku diwilayahnya” mengandung pengertian hokum yang berlaku pada saat ini
(Ius Constitutum) dan “Mengenai arah perkembangan hokum yang dibangun
“mengandung pengertian hokum yang berlaku dimasa datang (Ius Constituendum)
c. Soedarto
Menurut Sodarto politik hukam adalah
kebijakan dari Negara melalui badan-badan Negara yang berwenang untuk
menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan
digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk
mencapai apa yang dicita-citakan.
Pengertian politik hokum yang
dikemukakan Soedarto di atas mencakup pengertian yang sangat luas. Pernyataan
“mangekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat” bisa ditafsirkan sangat
luas sekali dan dapat memasukkan pengertian diluar hokum, yakni politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan Hankam. Sedangkan pernyataan “untuk mecapai apa
yang dicita-citakan “ memberikan pengertian bahwa politik hokum berkaitan
dengan hokum yang dicita-citakan (Ius Constituendum).
d. Satjipto Rahardjo
Menurut Satjipto Rahardjo politik
hokum adalah aktifitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai
suatu tujuan sosial dan hokum tertentu dalam masyarakat.
Menurut Satjipto Rahardjo, terdapat beberapa pernyataan mendasar
yang muncul dalam study politik hokum yaitu :
1. Tujuan apa yang hendak dicapai
dengan system hokum yang ada,
2. Cara-cara apa dan yang mana, yang
dirasa paling baik untuk bisa dipakai mencapai tujuan tersebut,
3. Kapan waktunya hokum itu perlu
dirubah dan melalui cara-cara bagaimana perubahan itu sebaiknya dilakukan, dan
4. Dapatkah dirumuskan suatu pola yang
baku dan mapan, yang bisa membantu kita memutuskan proses pamilihan tujuan
serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut secara baik.
e. C.F.G Sunaryati Hartono
Dalam hal ini, Ia melihat politik
hokum sebagai sebuah alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan system hokum Nasional yang dikehendaki dan dengan
system hokum Nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Pernyataan “menciptakan system hokum nasional yang dikehendaki” mengisyaratkan
bahwa kerangka kerja politik hokum menurut beliau lebuh menitik beratkan pada
dimensi hokum yang berlaku dimas yang akan datang (Ius Constituendum).
f. Abdul Hakim Garuda Nusantara
Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara Politik Hukum Nasional
secara harfiah dapat diartikan sebagai kebijakan hokum yang hendak diterapkan
atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan Negara tertentu.
Definisi Politik Hukum dari Garuda
Nusantara diatas merupakan definisi politik hokum yang paling komprehensif
diantara definisi-definisi politik hokum yang dipaparkan sebelumnya. Ini
disebabkan karena ia menjelaskan secara gambling wilayah kerja politik hokum
yang meliputi :
1. Teritorial berlakunya olitik hokum,
2. Proses pembaharuan dan pembuatan
hokum, yang mengarah pada sikap kritis terhadap hokum yang berdimensi Ius
Constitutum dan meciptakan hokum yang berdimensi Ius Constituendum.
Dapat disimpulkan bahwa politik
hokum adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hokum yang akan,
sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan.
Ruang Lingkup Politik Hukum
Dalam bukunya
dasar dasar politik hukum, penulis mengambil kesimpulan bahwa ruang lingkup
atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hukum adalah meliputi aspek
lembaga kenegraan pembuat politik hukum dan faktor (internal dan eksternal)
yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Poltik hukum sendiri menganut
prinsip double movement, yaitu selain
sebagai kerangka piker merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy)
oleh lembaga lembaga negara yang berwenang, ia juga dipakai untuk mengkritisi
produk produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy diatas. Berdasarkan uraian tersebut, penulis
menetapkan ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum sebagai berikut:
a. Proses
penggalian nilai nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh
penyelanggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum
b. Proses
perdebatan dan perumusan nilai nilai dan aspirasi tersebut kedalam bentuk
sebuah rancangan peraturan perundang undangan oleh penyelenggara negara yang
berwenang merumuskan politik hukum
c. Penyelenggara
negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
d. Peraturan
perundang undangan yang mempengaruhi dan menentukan suatu politk hukum, baik
yang akan, sedang dan telah ditetapkan
e. Pelaksanaan
dari peraturan perundang undangan yang merupakan implementasi dari politik
hukum suatu negara
Enam masalah itulah yang seterusnya akan menjadi
wilayah telaah dari politik hukum. Dalam hal ini, politik hukum secara umum
bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses yang tercangkup dalam wilayah
kajian itu dapat menghasilkan sebuah legal
policy yang sesuai kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat. Enam wilayah
kajian itu tentu saja bersifat integral satu sama lain.
2.
Hukum
dan Politik
Konfigurasi Politik dan Produk
Hukum
Terlihat dalam hubungan tolak-tarik antara politik
dan hukum, maka hukumlah yang terpengaruh oleh politik, karena subsistem
politik memiliki konsentrasi energy yang lebih besar daripada hukum. Sehingga
jika harus berhadapan dengan politik, maka hukum berada di kedudukan yang lebih
lemah. Dalam prakteknya hukum kerap kali menjadi cermin dari kehendak pemegang
kekuasaan politik sehingga tidak sedikit orang yang memandang bahwa hukum sama
dengan kekuasaan. Menurut Apeldoorn ada beberapa pengikut paham hukum adalah
kekuasaan, yaitu:
1. Kaum
Shopis di Yunani yang mengatakan keadilan adalah apa yang berfaedah bagi yang
lebih kuat.
2. Lassalle
mengatakan konstitusi suatu negara bukanlah Undang-undang Dasar yang tertulis
yang merupakan secarik kertas, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata
di dalam suatu negara.
3. Gumplowics
mengatakan hukum berdasarakan atas penaklukan yang lemah oleh yang kuat, hukum
merupakan susunan definisi yang dibentuk oleh pihak yang kuat untuk
mempertahankan kekuasaannya
4. Sebagai
pengikut aliran positivism juga mengatakan kepatuhan terhadap hukum tidak lain
dari tunduknya orang yang lebih lemah pada kehendak yang lebih kuat sehingga
hukum hanya merupakan hak orang yang terkuat.
Sehubung dengan lebih kuatnyaenrgi politik dalam
berhadapan dengan hukum, apa yang dikemukakan oleh Dahrendorf dapat memperjelas
mengapa hukum menjadi cermin bagi kehendak pemengang kekuasaan atau identik
dengan kekuasaan, ia mencatat ada enam cirri kelompok dominan atau kelompok
pemegang kekuasaan politik:
1. Jumlahnya
selalu lebih kecil dari pada jumlah kelompok yang dikuasai
2. Memiliki
kelebihan kekayaan khusus untuk tetap memelihara dominasinya berupa kekayaan
material, kekayaan intelektual, dan kehormatan moral.
3. Dalam
pertentangan selalu terorganisir dengan baik daripada kelompok yang ditundukkan
4. Kelas
penguasa hanya terdiri dari orang-orang yang memegang posisi dominan dalam
bidang politik sehingga elit penguasa diartikan sebagai elit penguasa di bidang
politik.
5. Kelas
penguasa selalu berupaya memonopoli atau mewariskan kekuasaan politiknya kepada
kelas atau kelompoknya sendiri.
6. Ada
reduksi perubahan social terhadap perubahan komposisi kelas penguasa.
Dengan menggunakan asumsi dasar bahwa hukum sebagai
produk politik, maka politik sangat menentukan hukum. Dan dikemukakan bahwa
konfigurasi politik suatu negara akan melahirkan karakter produk hukum tertentu
di negara hukum tersebut. Di dalam negara yang konfigurasi politiknya
demokratis maka produk hukumnya berkarakter responsive atau populistik,
sedangkan negara yang konfigurasi poliitiknya otoriter, maka produk hukumnya
berkarakter ortodoks/konservatif/elastic. Perubahan konfigurasi politik dari
otoriter ke demokratis atau sebaliknya berimplikasi pada perubahan karakter
produk hukum.
Variabel
bebas :
1. Konfigurasi
2. Demokrasi
3. Otoriter
Variabel
terpengaruh :
1.
Karakter
produk hukum
2.
Responsive/populistik
3.
Konservatif/ortodoks/elitis
Konfigurasi politik
Konfigurasi politik diartikan sebagai susunan atau
konstelasi kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi menjadi dua konsep
yang bertentangan secara diametral yaitu konfigurasi politik demokratis dan
konfigurasi politik otoriter.
Konfigurasi politik demokratis
|
Konfigurasi politik otoriter
|
- Sistem
politik yang membuka kesempatan bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk
ikut aktif menentukan kebijaksanakan umum.
- Partisipasi
ini ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakli rakyat dalam pemilihan
yang berkala yang didasarkan pada prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan politik.
- Terdapat
pluralitas organisasi dimana organisasi-organisasi yang penting relative
otonom.
- Terdapat
kebebasan bagi rakyat melalui wakil-wakilnya untuk melancarkan kritik bagi
pemerintah.
|
- Susunan
sistem politik yang lebih memungkinkan negara beperan secara aktif serta
mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijaksanakan negara.
- Ditandai
oleh dorongan elit kekuasaan untuk memaksakan persatuan, penghapusan oposisi
terbuka, dominasi pimpinan negara untuk menentukan kebijaksanakan negara.
- Dominasi
kekuasaan politik oleh elit politik yang kekal
- Doktrin
yang membenarkan konsentrasi kekuasaan.
|
Untuk mengkualifikasikan apakah konfigurasi itu
demokratis atau otoriter, indikatornya adalah tiga pilar demokrasi :
1. Peranan
Partai Politik dan Badan Perwakilan
2. Kebebasan
Pers
3. Peranan
Eksekutif
Karakter produk hukum
a.
Produk hukum responsive/populistik
adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan
masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi
penuh leh kelompok-kelompok social dan individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat
responsive terhadap tuntutan-tuntutan kelompok social atau individu dalam
masyarakat.
b.
Produk hukum konservatif/ortodoks/elitis
adalah produk hukum yang isinya lebih mencerminkan visi social elit politik,
keinginan pemerintah, bersifat positivistis-instrumentalis, yakni sebagai alat
pelaksanakan ideology dan program negara. Berlawanan hukum responsive, hukum
ortodoks lebih tertutup terhadap ketentuan-ketentuan kelompok atau individu di
dalam masyrakat. Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat lebih
kecil. Indicator apakah sebuah prosuk hukum responsive atau konservatif,
indikatornya adalah:
1) proses
pembuatan hukum
2) sifat fungsi
hukum
3) kemungkinan
penafsiran atas sebuah produk hukum
Untuk mengkalkulasikan apakah produk hukum tersebut
responsif atau konservatif, ada indikator yang bisa dipakai dalam penilaian
sebuah produk hukum tersebut. Penilaian yang dipakai adalah proses
pembuatannya, sifat hukumnya, fungsi hukum dan kemungkinan penafsiran terhadap
pasal-pasal dari produk hukum tersebut. Produk hukum yang berkarakter responsif
proses pembuatannya bersifat pertisipasif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya
partisipasi semua elemen masyarakat, baik dari segi individu, ataupun kelompok
masyarakat. Kemudian dilihat dari fungsi hukum yang berkarakter responsive
tersebut harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak
dari masyarakat, produk hukum tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk
melegitimasikan kekuasaannya. Sehingga fungsi hukum bisa menjadi nilai yang telah
terkristal dalam masyarakat.
3. Politik
Hukum Nasional
Pengertian
Politik Hukum Nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang
hukum yang akan dating, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat untuk menuju tujuan negara yang
dicita-citakan.
Dari
pengertian tersebut ada lima agenda yang ditekankan dalam politik hukum
nasional yaitu :
·
Masalah
kebijakan dasar yang konsep dan letak
·
Penyelenggara
negara pembentuk kebijakan dasar tersebut
·
Materi
hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang dan telah berlaku
·
Proses
pembentukan hukum
·
Tujuan
politik hukum nasional
Tujuan Politik Hukum Nasional
1. Sebagai suatu alat atau tool atau
sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mencapai suatu
sistem hukum nasional yang dikehendaki.
2. Dengan sistem hukum nasional itu
akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar.
Sistem
Hukum Nasional
Sistem
hukum nasional adalah sistem hukum yang berlaku di seluruh Indonesia yang
meliptuti semua unsur hukum (seperti isi, struktur, budaya, sarana, peraturan
perundang-undangan, dan semua unsur-unsurnya) yang antara yang satu dengan yang
lain saling bergantung dan yang bersumber dari pembukaan dan pasal-pasal UUD
1945.
Ketika
menyebut unsur-unsur utama sistem hukum banyak orang yang mengacu friedman yang
menyebutkan adanya tiga unsur, yakni: substance (materi atau substansi),
structure (struktur), dan culture (budaya). Dalam GBHN-GBHN masa berakhirnya
orde baru juga menyebutkan empat unsur, yakni: aparat, budaya, dan
sarana-prasarana.
Soerjono
Soekamto menyebutkan bahwa masalah-masalah yang dipersoalkan dalam sistem hukum
mencakup lima hal, yaitu:
1. Elemen atau unsur-unsur sistem
hukum;
2. Bidang-bidang sistem hukum;
3. Konsistensi sistem hukum;
4. Pengertian-pengertian dasar sistem
hukum;
5. Kelengkapan sistem hukum.
Identitas Buku :
·
Judul
Buku : Dasar-Dasar Politik Hukum
·
Pengarang
: Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari
·
Didesikan
kepada : Prof. Dr. H.R Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H.
·
Tebal
Buku : 144 Halaman
·
Penerbit
: PT Raja Grafindo Persada Jakarta
·
Tahun
: 2004
sangat menarik dan bermanfaat , tambah wawasan klik disini Buku: Perkembangan Hukum Tata Negara
BalasHapus